Tawasul Sesuai Ajaran Nabi
Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang berdoa ketika ia keluar dari rumah untuk shalat (di masjid), hendaklah berkata:
‘Ya Allah…Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan semua orang yang memohon kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dengan perjalananku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar (menuju ke masjid) dengan sifat angkuh, sombong, riya dan sum’ah. Aku keluar menuju masjid demi menghindari murka-Mu dan mengharap ridha-Mu. Aku mohon kepada-Mu agar Engkau menyelamatkanku dari siksa neraka dan mengampuni semua dosa-dosaku. Karena sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni semua dosa, kecuali Engkau, ya Allah.‘
Maka Allah Ta’ala akan menurunkan 70.000 malaikat untuk memintakan ampunan ampunan baginya, dan Allah akan selalu mengawasinya sampai ia telah selesai mengerjakan shalatnya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)
Hadis ini jelas menunjukkan dibolehkannya bertawasul kepada Allah dalam doa dengan menggunakan amal shaleh yang kita kerjakan. Perjalanan orang yang dalam keadaan suci, berwudhu untuk shalat di masjid adalah satu bentuk tawasul.
Begitu juga dengan perbuatan orang-orang shaleh yang memohon kepada Allah SWT adalah juga merupakan salah satu bentuk tawasul.
Bahkan, di zaman Khalifah Umar bin Khattab, sahabat Nabi pernah bertawassul kepada Rasulullah SAW dengan datang ke makam baginda Nabi. Kejadian ini terekam pula dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf.
Sahabat Malik Ad-Dar, seorang bendahara Khalifah Umar bin Khattab r.a., menuturkan, “Musim paceklik melanda Kaum Muslimin di masa Khalifah Umar bin Khattab. Lalu, datang seorang sahabat bernama Bilal bin Harits Al-Muzani mengunjungi makam Rasulullah SAW. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu ini, karena sesungguhnya mereka benar-benar akan binasa.’ Lalu, Rasulullah SAW menemuinya dalam mimpi. Beliau bersabda, “Temuilah Umar! Sampaikanlah salamku kepadanya! Kabarkan kepadanya bahwa hujan akan segera turun untuk mereka! Dan, katakan kepadanya, bersungguh-sungguhlah melayani umat!”
‘Ya Allah…Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan kemuliaan semua orang yang memohon kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dengan perjalananku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar (menuju ke masjid) dengan sifat angkuh, sombong, riya dan sum’ah. Aku keluar menuju masjid demi menghindari murka-Mu dan mengharap ridha-Mu. Aku mohon kepada-Mu agar Engkau menyelamatkanku dari siksa neraka dan mengampuni semua dosa-dosaku. Karena sesungguhnya tiada yang dapat mengampuni semua dosa, kecuali Engkau, ya Allah.‘
Maka Allah Ta’ala akan menurunkan 70.000 malaikat untuk memintakan ampunan ampunan baginya, dan Allah akan selalu mengawasinya sampai ia telah selesai mengerjakan shalatnya.” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Ath-Thabrani)
Hadis ini jelas menunjukkan dibolehkannya bertawasul kepada Allah dalam doa dengan menggunakan amal shaleh yang kita kerjakan. Perjalanan orang yang dalam keadaan suci, berwudhu untuk shalat di masjid adalah satu bentuk tawasul.
Begitu juga dengan perbuatan orang-orang shaleh yang memohon kepada Allah SWT adalah juga merupakan salah satu bentuk tawasul.
Bahkan, di zaman Khalifah Umar bin Khattab, sahabat Nabi pernah bertawassul kepada Rasulullah SAW dengan datang ke makam baginda Nabi. Kejadian ini terekam pula dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanaf.
Sahabat Malik Ad-Dar, seorang bendahara Khalifah Umar bin Khattab r.a., menuturkan, “Musim paceklik melanda Kaum Muslimin di masa Khalifah Umar bin Khattab. Lalu, datang seorang sahabat bernama Bilal bin Harits Al-Muzani mengunjungi makam Rasulullah SAW. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, mohonkanlah hujan kepada Allah untuk umatmu ini, karena sesungguhnya mereka benar-benar akan binasa.’ Lalu, Rasulullah SAW menemuinya dalam mimpi. Beliau bersabda, “Temuilah Umar! Sampaikanlah salamku kepadanya! Kabarkan kepadanya bahwa hujan akan segera turun untuk mereka! Dan, katakan kepadanya, bersungguh-sungguhlah melayani umat!”
Kemudian, sahabat itu pun pergi menemui Khalifah Umar r.a. dan menceritakan apa yang telah dilakukannya, dan menceritakan mimpi yang telah dialaminya. Umar r.a. menangis, lalu berkata, “Ya Allah, aku tidak akan ceroboh lagi, kecuali apa yang aku tidam mampu lakukan.” (HR Ibnu Abi Syaibah). Hadis ini dinyatakan shahih oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Imam Malik r.a. pernah ditanya oleh Abu Ja’far Al-Manshur Al-Abbasi, “Wahai Abu Abdullah, apakah aku menghadap Rasulullah SAW, lalu aku berdoa, ataukah aku menghadap ke arah kiblat, lalu aku berdoa?”
Imam Malik menjawab, “Mengapa engkau mau memalingkan wajahmu darinya (Rasulullah SAW), sedangkan beliau adalah wasilahmu, dan wasilah kakek-moyangmu Adam a.s. kepada Allah kelak di Hari Kiamat? Maka, hadapkanlah kepadanya, mintalah syafaat kepadanya, niscaya Allah akan mengabulkan syafaatmu.”
Kisah ini terekam dalam kitab Fadhailu Malik karya Abu Al-Hasan Ali bin Fahr dan kitab Asy-Syifa karya Qadhi ‘Iyad. Konsensus empat Imam Mazhab fikih dalam Ahlussunnah wal jamaah pun menunjukkan bahwa tawasul kepada baginda Rasulullah SAW itu dibolehkan bahkan dianggap sunnah, baik ketika beliau masih hidup ataupun sudah wafat. Bertawasul kepada Nabi SAW melalui rangkaian doa merupakan sunnah.
Belum ada Komentar untuk "Tawasul Sesuai Ajaran Nabi"
Posting Komentar